Jakarta - DKI Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia seharusnya nyaman ditinggali dan patut dibanggakan oleh 12 juta warganya yang berlalu lalang setiap hari di Jakarta. Di usianya yang sudah mendekati 5 abad, rupanya Jakarta tak kunjung tertata dengan baik. Bahkan sebaliknya semakin tak jelas bentuknya. Yang paling parah selain masalah kekumuhan adalah transportasi umum. Gagalnya Pemda DKI Jakarta mengelola TransJakarta atau Busway dan semakin padatnya jalan-jalan di Ibu Kota DKI Jakarta menunjukkan Pemerintah DKI Jakarta memang masih primitif.
Usulan Pemda DKI Jakarta untuk mengurangi kemacetan lalulintas yang semakin parah selain dengan menaikan tarif parkir, pajak progresif kendaraan, membangun banyak flyover dan under pass, juga membangun 6 ruas jalan tol dalam kota. Usulan-usulan sesaat tanpa pemikiran cerdas jangka panjang alias primitif. Pemikirannya adalah pemikiran PROYEK yang menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Sebagai ibu kota Negara yang beradab dan modern, masalah kepadatan lalu lintas dalam kota seharusnya diatasi dengan pembangunan sistem transportasi masal yang terintegrasi dengan baik, mudah dijangkau, nyaman dan aman bagi warganya.
Jika keputusan pembangunan 6 ruas jalan tol tetap akan dilaksanakan oleh Pemda DKI Jakarta, artinya Gubernur DKI Jakarta telah melakukan pelanggaran hak asasi warganya karena Pemda hanya memberikan fasilitas khusus bagi pemilik kendaraan bermotor saja, bukan pejalan kaki maupun warga yang tidak mempunyai kendaraan bermotor. Sebagai warga DKI Jakarta saya berharap gubernur cerdas dan mempunyai visi kedepan seperti mantan Walikota Bogota (Colombia) Enrique Penalosa dan mantan Walikota Seoul (Korea Selatan) MB Lee, yang saat ini menjadi Presiden Korea Selatan.
Enrique Penalosa yang dengan berani menerapkan sistem transportasi Bus Rapid Transport (BRT) atau Busway atau Trans Milenio, telah membuat kota Bogota menjadi sebuah ibu kota negara yang pantas dihuni dan dibanggakan oleh warganya. Sedangkan MB Lee yang dengan berani pada tanggal 1 Juli 2003 membongkar sebuah jalan tol layang dalam kota menjadi sebuah ruang publik yang sangat indah untuk dinikmati warganya dan tentunya para turis yang datang ke Seoul.
Program yang dikenal dengan nama Restorasi Cheonggyecheon ini merupakan terobosan berani MB Lee yang pada akhirnya membawanya menjadi Presiden Korea Selatan saat ini. Begitu pula dengan penghancuran beberapa flyover di tengah kota Seoul yang dilakukan untuk mengurangi kepadatan lalu lintas ditengah kota Seoul. Lalu apa yang akan dikerjakan Gubernur DKI Fauzi Bowo untuk mengangkat kota Jakarta ?
Langkah Berani Walikota Seoul MB Lee (2002 – 2006)
Saat MB Lee terpilih menjadi Walikota Seoul pada tahun 2002, langkah pertama yang dilakukan adalah membenahi sistem tranportasi di kota Seoul yang saat itu sangat padat dan berpolusi. Kota Seoul dengan populasi sekitar 10,5 juta orang (Metropolitan Seoul sekitar 24 juta orang) dengan luas sekitar 630 km persegi (Metropolitan Seoul sekitar 11.731 km persegi) dipadati oleh 2,8 juta mobil pribadi, 70 ribu taxi, dan 10 ribu bus tentulah tidak beda hiruk pikuknya dengan Jakarta atau bahkan Jabodetabek. Hanya saja Seoul sudah mempunyai subway sepanjang 536 km yang mulai beroperasi sejak tahun 1974. Jakarta baru akan beroperasi 2014.
Panjang jalan di seluruh kota Seoul 8,067 km, panjang rel 536 km dan panjang jalur untuk BRT 68 km. Dibandingkan dengan Jakarta yang mempunyai panjang jalan sekitar 7.650 km yang dipadati oleh 3,5 juta motor atau 5,5 juta jika ditambah motor yang masuk wilayah DKI Jakarta dari Bodetabek dan ditambah dengan 2,5 juta mobil termasuk bus kota atau 3,5 juta ditambah dari Bodetabek tentunya mempunyai kemiripan. Hanya saja angkutan umum di kota Seoul atau Metropolitan Seoul jauh lebih baik. Jalanan di Seoul tetap macet tetapi publik mempunyai pilihan. Mau cepat dan nyaman naik subway atau BRT mau lambat silakan naik kendaraan pribadi.
Akhir pekan lalu saat saya berada di Seoul, kemacetan terjadi di hampir semua ruas jalan arteri dalam kota dan tol lingkar luar (beltway) Metropolitan Seoul. Sebagai perbandingan saat saya naik subway dari stasiun Dongguk University ke stasiun Gwanghwamun yang berjarak sekitar 12 Km dengan tarif 1.000 Won atau Rp 9.000 pada pukul 17.00 dibutuhkan waktu sekitar kurang dari 8 menit.
Sedangkan saat kembali saya naik taxi dengan biaya 2.200 Won memerlukan waktu lebih dari 26 menit.
Menurut Dr. Gyeng-Chul Kim, salah seorang team think tank MB Lee saat melakukan penataan sistem transportasi kota Seoul, berapapun panjang jalan yang dibangun kemacetan tidak akan berkurang bahkan bertambah. Semakin ada jalan baru akan semakin mendorong masyarakat untuk membeli mobil baru. Saat jalan tol baru dibuka pasti lancar namun dalam 2 bulan kemudian dipastikan ruas jalan tol baru tersebut akan kembali macet. Maka keputusan Walikota MB Lee untuk membongkar jalan tol Cheonggyecheon dan beberapa flyover, memperluas jaringan BRT serta subway merupakan keputusan yang tepat.
Restorasi daerah Cheonggyecheon menjadi sebuah taman kota yang asri saat siang hari dan gemerlap sinar lampu dengan gemericik aliran sungai nan bening ini pada awalnya ditentang oleh publik dan para politisi. Namun kenekatan MB Lee ini akhirnya dapat menaikan citra kota Seoul sebagai salah satu kota dengan taman terindah dan ternyaman di dunia. Pada akhirnya keberadaan taman kota Cheonggyecheon juga menjadi pusat kunjungan turis di kota Metropolitan Seoul yang juga memberikan dampak positif pada pendapatan asli daerah kota Seoul. Bahkan bisnis di sekitar Cheonggyecheon inipun tumbuh dengan marak.
Bagaimana dengan Kota Metropolitan Jakarta?
Untuk saya, pertanyaan tersebut mudah menjawabnya. Kota Metropolitan Jakarta kumuh, macet dan tidak aman. Jika Pemimpin Provinsi DKI Jakarta masih seperti sekarang ini yang penuh keraguan, tidak visioner dan tidak gila seperti Penalosa di Bogota maupun MB Lee di Seoul; jangan harap DKI Jakarta nyaman, tertib lalu lintasnya dan layak dihuni oleh warganya. Kondisi DKI Jakarta yang kumuh saat ini sama seperti kota Seoul tahun 60 an. Seoul sudah berubah, Jakarta masih tetap kumuh.
Untuk menertibkan lalu lintas dan transportasi di Jakarta menurut saya memerlukan beberapa langkah strategis yang fenomenal dan berani seperti era Ali Sadikin dulu. Langkah pembenahan trasnportasi di DKI akan sukses jika tidak menyentuh industri otomotif karena Pemda DKI Jakarta akan kesulitan melawan lobby industri otomotif yang ada. Jangan terapkan kebijakan pengurangan jumlah kendaraan bermotor atau pajak progresif karena kebijakan ini akan membuat marah industri otomotif.
Pembangunan jalan-jalan baru akan menyenangkan industri otomotif karena akan semakin banyak kendaraan yang dapat dijual. Orang segila dan sevisioner MB Lee pun saat menjadi Walikota Seoul tidak sanggup melawan lobbi industri otomotif di Korea Selatan, seperti Daewoo, KIA ataupun Hyundai. Begitu pula Enrique Penalosa di Bogota saat menerapkan BRT.
MB Lee dengan cerdas tidak pernah memberlakukan pembatasan kepemilikan kendaraan bermotor di kota Metropolitan Seoul. Dengan melakukan pembatasan penggunaan jalan raya atau tol melalui Electronic Road Pricing (ERP), pembangunan angkutan umum yang lebih baik dan multi tujuan bagi warganya, mewajibkan setiap pegawai pemerintah untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi 1 kali dalam seminggu merupakan langkah-langkah strategis yang ditempuh MB Lee.
Jadi DKI Jakarta yang mempunyai kepadatan penduduk dan kendaraan tidak terlalu jauh berbeda dengan Metropolitan Seoul, seharusnya juga tidak memerlukan pembangunan 6 ruas jalan tol dan pembangunan lebih banyak lagi flyover karena kemacetan tetap akan terus terjadi. Ada baiknya dana pembangunan flyover digunakan untuk memperbaiki serta melengkapi pelayanan Trans Jakarta atau pembangunan MRT saja, sehingga warga Metropolitan Jakarta (Jabodetabek) mempunyai pilihan atau alternatif kala beraktivitas. Mau naik mobil pribadi yang mahal dan macet atau naik angkutan umum yang nyaman, murah dan bebas macet ?
Saya tunggu keberanian dan kenekatan Gubernur DKI melakukan terobosan supaya kami warga Jakarta bisa aman dan nyaman beraktivitas dan nama gubernur kita bisa disejajarkan dengan Enrique Penalosa atau MB Lee. Semoga saja.
sumber: detik
MB Lee = Lee Myoung Bak
Presiden Korea Selatan saat ini
TQ
NO OFFENSE
DIAMBIL DARI INDOFORUM
REPOST
TQ
PEACE